Realitas berfikir

Realitas Berpikir

Realitas berfikir

Oleh: Ihya' Ulumuddin*

Konstruksi dalam berfikir harus sama dengan tindakan, dimana proses berfikir adalah harfiah setiap insan. Realita yang menyita banyak perhatian membuat kita menempa diri untuk berfikir kritis dalam menghadapinya. Layaknya manusia yang terjebak didalam satu keterpaksaan harus berbenah itulah yang perlu kita tanamkan dalam diri.

Bagaimana menyikapi suatu hal dengan bijak dan benar, menghadapi realita dengan sedikit tekanan solusi merupakan pintu keluar dari keterpurukan. Keluar dari kenyamanan yang telah kita bangun selama ini adalah kunci dari usaha manusia menuju hal-hal yang luar biasa.

Manusia yang slalu ingin berada dalam kerajaan berfikir tentang kenyamanan adalah bangunan kokoh tanpa pagar. Di setiap sesuatu yang dilakukan adalah pengalaman baru dalam kehidupan. Dalam hal ini pengalaman-pengalaman yang kita lalui atau bisa di sebut dengan persoalan-persoalan yang perlu kita selesaikan membuat fram dalam otak menjadi sempurna. Bagaimana noktah-noktah dalam sel-sel saraf tersambung antara saraf satu dengan yang lain.

Memperkaya diri dengan hal-hal positif membuat kehidupan kita menjadi siap menghadapi realita yang ada. Realitas berfikir perlu di konstruksikan dalam bentuk tindakan nyata, tindakan nyata sebanding lurus dengan ilmu yang di dapatkan. Tidak ada yang menjamin atas ilmu yang kita dapatkan tanpa ada praktek-praktek kecil yang terus kita ulang-ulang.


Dengan adanya kegagalan dalam memantapkan suatu teori dalam diri merupakan bentuk realita yang akan kita hadapi kedepannya. Semua yang kita akan alami kedepannya adalah misteri yang mana perlu kita selesaikan tanpa ada rasa keraguan ataupun kegamangan dalam hati.

Keluar dari kenyamanan yang kita bangun adalah suatu hal yang luar biasa yang dapat kita lakukan saat ini. Dimana   konun misteri yang akan kita hadapi didepan adalah tanda tanya besar antara kita siap menjalani atau kita lari dari derita yang akan di hadapi. Dengan tetap memantapkan langkah dalam menghadapi suatu hal yang baru adalah modal awal bagi setiap manusia untuk memperbaiki lagi dan lagi.

Dengan langkah pelan dan pasti manusia akan  melalui fase demi fase untuk menuju manusia yang sempurna. Tidak ada keniscayaan manusia menuju kesempurnaan, tidak ada jaminan yang nyata atas apa yang akan menjamin kehidupan kita kedepannya. Dengan berjalan sesuai dengan apa yang kita dapatkan mulai dari apa yang kita baca, apa yang kita alami, apa yang kita lihat merupakan langkah awal bagi kita untuk terus berfikir secara mendalam untuk berbenah menjadi lebih baik.

Aturan sosial menjadi aturan pribadi bagi diri kita untuk menata kehidupan yang lebih baik di kehidupan bersama. Dimana aturan bersama yang telah menjadi kebiasaan adalah satu budaya yang perlu kita kritisi pertama dan kita lanjutkan kebudayaan tersebut. Pertama mengkritisi sebuah aturan bersama dalam kehidupan masyarakat menjadi kewajiban sebagai manusia yang memiliki akal fikiran yang sempurna.

Mengapa hal tersebut perlu adanya pertanyaan-pertanyaan yang muncul secara harfiah. Dikarenakan dengan adanya uji kebenaran merupakan salah satu dari mewujudkan kebenaran yang murni sesuai dengan qonun-qonun aturan didalam alquran. Kedua membudidayakan merupakan suatu tindakan yang berjalan secara terus menerus untuk melanjutkan suatu kebiasaan baik dan benar sesuai dengan ajaran alquran dan sesuai dengan nilai-nilai kebenaran yang telah menjadi darah daging disetiap masyarakat.

Dengan bentuk kebenaran dalam berfikir  menjadi tindakan adalah suatu perwujudan menuju kesempurnaan manusia secara harfiah. Bertindak sesuai ajaran yang telah kita dapatkan dari utusan Tuhan merupakan wujud dari hamba yang patuh dan taat kepada penciptaan. Maka dari itu, berfikir dan bertindak adalah satu kesatuan yang tidak bisa di lepaskan, berfikirlah maka kamu ada dan bertindaklah sebagai wujud dari kita berfikir.

 Ihya' ulumuddin

Mojokerto, 06 April 2023