Sajak-Sajak Alief Irfan

Sajak-Sajak Alief Irfan 

Upacara Penyambutan

Majelis terakhir merapal doa lebih panjang

Upacara yang jauh lebih sakral

Dibanding penyair yang menggelar kesepian

 

Kini,

Bukti cara bakti hanya tinggal doa

Sementara engkau tinggal di alam sana


Aku mulai menghitung mundur

Melingkari tanggal mana yang tepat di hari perjumpaan

 

Aku harap engkau telah berjubah Ridho

Berselendang kasturi

Aku harap engkau sosok kali pertama yang kutemui

Menjemputku dengan kencana

Menyematkanku lencana dari surga

 

Jika hari itu telah tiba

Hati kita akan tunggal ika

Raga kita bersatu dengan semesta

Yang semestinya sudah kita peluk sejak dunia

 

Engkau ayahku

Langit tempatku bernaung dari gamang

Bumi tempatku menepi dari bimbang

Bimbing aku dari jauh, agar setegar dirimu menghadiri hari

Sampai hari terakhir hadir mengantar takdir

 

 

Alkisah

Di nadiku masih mengalir semua rekam jejakmu

Lembar riwayatmu tetap biru dalam samudra rinduku

Di beranda seluruh rasa belasungkawa tumpah

Untaian doa disulam sangat indah

 

Hanya hati yang masih saja menggendingkan nada sumbang

Yang menyambukan antara ada dan tiada

Riap lukaku terkoyak

Saat tentangmu menjadi nada di persada

 

Yasin dan tahlil menjelma perahu dan kayuh

Tempatku berlari, membawa diri

Untuk jauh ….

Menjumpai dirimu yang rindu dan menunggu

 

Saat gandrung ini telah bergenderang

Hanya ratapan sayu atas perdamian hati dengan kerelaan

Yang kini masih ku perjuangkan

 

Bulir tasbih mulai menghitung seberapa patuh

Aku terhadap Kuasamu

Di langit, bintang yang terbingkai candela berkelip

Memandu seberapa kempis harapku

 

 

Sayonara

Burung yang kau tangkar bertadarus

Merapal harap kehadirian

Pohon yang kautanam mengalun panggilan

Mengundangmu hadir di relung kerinduan

 

Setiap fajar kubasuh wajahku dengan sinar

Semoga ada salam dari cahaya yang guratkan baskara

Setiap subuh kutenggelamkan diri diantara embun

Dengan harap engkau menitipkan rindu kepada dedaun

 

Wiridku menyangkal ampas luka

Sisa kopi yang kuteguk di rongga masa

Tasbihku mensucikan kembali kesepakatan kita sebelum hidup

Hamdalahku rasa terimakasih engkau telah membuatku hidup

Takbirku membenarkan kuasamu bahwa engkaulah yang lebih berhak atas hidup

 

Di antara larik doa

Aku berjumpa dengan kenyataan bahwa

Hidup sejatinya hanya menunggu pati

Dan apati adalah gerbang menuju hidup yang abadi

 

Ayah telah selangkah lebih maju

Dia telah menempuh perjalanan cintanya lebih dahulu

Atas hak mana, aku berdiri menjadi penghalang

Yang terus menggali parit dan menutupnya dengan linang


 Penulis:

Alief Irfan, Mahasiswa Pascasarjana INKAFA yang aktif menulis. Karyanya telah dimuat di berbagai media masa dan terbit menjadi beberapa buku.,

Fb: Alief Irfan  Ig; @alief.irfan_