Implementasi Ayat-Ayat Jilbab
Sumber: Pexels free, by: Norman Milwood |
Implementasi Ayat-Ayat Jilbab
Diskursus
tentang permasalahan wanita memang sudah menjadi perdebatan banyak kalangan
sejak lama. Dari aspek history, keberadaan wanita dalam peradaban dan agama-agama
pra-Islam dipandang hina, mendapat perlakuan yang sedemikian tidak terhormat[1]. Pada zaman goa, dimana
para manusia hidup di dalam gua, menurut August Bebel, perempuan hanya
digunakan sebagai pemuas syahwat. Para lelaki pada zaman goa menjadikan
perempuan sebagai alat pemuas nafsu saja.[2]
Pada zaman itu, peradaban manusia mengalami revolusi; dari tijdelijke (pasangan sementara) menjadi pernikahan, yaitu suatu ikatan suci antara dua hati manusia untuk mencapai kesejahteraan dalam keselarasan tujuan hidup. Urusan melahirkan dan merawat kandungan dibebankan pada diri mereka sendiri.
Tak senada dengan apa yang dipaparkan oleh Prof
Bachofen, bahwa pada zaman itu laki-laki dan perempuan mempunyai kebebasan
untuk berhubungan intim dengan siapa saja. Bagi perempuan yang tidak ingin
mengandung dan melahirkan, maka mereka akan menggugurkan kandunganya.
Promiskuitet, istilahnya. Pada saat itu, tak ada istilah ini suamiku dan ini
istriku. Mereka hanya menikmati proses hubungan intim selama beberapa waktu. Setelah
merasa bosan dan jenuh, maka akan dilepaskan dan mencari pasangan baru. “Tijdelijke,” pasangan sementara, atau
di dalam bahasa Jerman: “Zeit-Ehe. [3]
Kemudian,
Islam datang membawa sebuah ajaran yang sangat menjunjung tinggi martabat
wanita, menjaga hak-hak perempuan, dan menganggap perempuan layak dimuliakan
dalam kehidupan bermasyarakat. Dan masih banyak budaya-budaya baru Islam untuk
memuliakan perempuan.
Di
antaranya lagi adalah dengan disyariatkan jilbab bagi muslimah. Jilbab bukanlah
sembarang pakaian dan semata-semata pakaian, tetapi ia mengandung kehormatan,
kemulian, dan keislaman seseorang. Kalau Islam dicabut sedikit demi sedikit
maka apalagi yang tinggal dari Islam itu sedangkan jilbab merupakan simbol
Islam yang memberi arti sangat mendalam yakni pakaian umat islam, dan pakaian
yang dikehendaki oleh Allah Swt dan Rasulullah saw.
Dari
yang telah dijelaskan di atas, penulis merasa bahwa menulis ayat-ayat tentang
jilbab penting untuk ditulis sehingga para Muslimat mengetahui pentingnya
ayat-ayat hijab.
[1] Salah satu perlakuan masyaraat
Jahiliyah terhadap wanita adalah memandang wanita hanya sebagai pemuas nafsu.
Ketika mengandung, wanita dipaksa untuk mengurus proses kelahiran sendiri.
[2] Bebel, August. "Women Under
Socialism. New York: New York Labor News Co." (1879).
[3] Arwan, Arwan, Mahyuni Mahyuni, and
Nuriadi Nuriadi. "PERJUANGAN PEREMPUAN DALAM SARINAH KARYA SOEKARNO:
KAJIAN KRITIK SASTRA FEMINISME MARXIS." Basastra 8.2: 154-169.
Post a Comment