Cerai Bukan Satu-Satunya Solusi Ketika Rumah Tangga Sedang Cekcok!
Pexels free, by: RODNAE Productions |
Makna Rumah Tangga
Akhir-akhir ini, kasus perceraian suami-istri mengalami perkembangan pesat. Bukan saja kasus suami menceraikan istrinya. Tapi, kasus khuluq (istri menggugat suami agar menceraikanya) juga sangat familiar.
Sebagaimana dipaparkan oleh Dirjen Bimas Islam Kamaruddin Amin, bahwa kasus perceraian di Indonesia meningkat sejak tahun 2015. Banyak dari mereka beragama Islam, katanya. Terhitung, dari 2015, kasus perceraian berjumlah 394.246. Pada tahun 2016 berjumlah 401.717 kasus. Tahun selanjutnya, 2017 berjumlah 415.510. Tahun 2018 berjumlah 444.358. Pada tahun 2019 meningkat menjadi 480.618 kasus. Baru masuk pertengahan Agustus tahun 2020, kasus perceraian sudah berjumlah 306.688 kasus. Ini menandakan, bahwa di akhir tahun nanti, jumlah kasus perceraian suami-istri akan meningkat dari tahun-tahun sebelumnya, begitu menurut Pengadilan Agama.
Kasus tersebut tak
akan luput dari pasang-surut permasalahan yang bertubi-tubi datang ketika sedang
dalam keadaan mengarungi bahtera rumah tangga. Apalagi dalam keadaan pandemi
seperti ini, finansial kekeluargaan akan surut. Pasangan suami-istri dituntut
untuk saling mengerti satu sama lain, saling membantu dan mendorong.
Pada hakikatnya, suami-istri adalah dua kubu yang saling berhubungan, korelasi senyawa yang tak bisa dipisahkan. Manakala suami terkena masalah, maka istri harus siaga menolong atau membantunya. Begitu juga sebaliknya.
Dari Zaman Goa Sampai Nikah
Pada zaman goa,
dimana para manusia hidup di dalam gua, menurut August Bebel, perempuan hanya
digunakan sebagai pemuas syahwat. Para lelaki pada zaman goa menjadikan
perempuan sebagai alat pemuas nafsu saja. Urusan melahirkan dan merawat
kandungan dibebankan pada diri mereka sendiri.
Tak senada dengan
apa yang dipaparkan oleh Prof Bachofen, bahwa pada zaman itu, – sama saja dari
kedua belah pihak – antara laki-laki dan perempuan sama-sama mencari kepuasan
nafsu mereka sendiri. Laki-laki dan perempuan mempunyai kebebasan untuk
berhubungan intim dengan siapa saja. Bagi perempuan yang tidak ingin mengandung
dan melahirkan, maka mereka akan menggugurkan kandunganya. Promiskuitet,
istilahnya.
Pada saat itu, tak
ada istilah ini suamiku dan ini istriku. Mereka hanya menikmati proses hubungan
intim selama beberapa waktu. Setelah merasa bosan dan jenuh, maka akan dilepaskan
dan mencari pasangan baru. “Tijdelijke,” pasangan sementara, atau di
dalam bahasa Jerman: “Zeit-Ehe.
Baru kemudian,
setelah zaman itu, peradaban manusia mengalami revolusi; dari tijdelijke
(pasangan sementara) menjadi pernikahan, yaitu suatu ikatan suci antara dua
hati manusia untuk mencapai kesejahteraan dalam keselarasan tujuan hidup. Waktu
yang diarungi dalam rumah tangga sering diistilahkan menjadi bahtera, yaitu
bahtera rumah tangga, karena rumah tangga tidak akan terlepas dari cobaan,
sebagaimana bahtera yang mengarungi samudera.
Tips Menghadapi
Badai Rumah Tangga Menurut Rasulullah Saw
Sebagaimana sabda
Nabi Muhammad Saw yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Bahz bin Hakim, dari
ayahnya, kemudian dari kakeknya: “Saya pernah bertanya pada Rasulullah Saw:
Wahai Rasulullah, perihal istri-istri kami. Apa yang dapat kami lakukan dan apa
yang kami tinggalkan?” Nabi Muhammad Saw menjawab: “Kamu boleh menggaulinya
semaumu, berikanlah mereka pakaian, dan janganlah kamu mengolok, membentaknya,
juga jangan memukul.”
Salah satu tips
yang diberikan Rasulullah Saw dalam menghadapi badai rumah tangga –sebagaimana
hadist diatas – adalah menjaga keharmonisan rumah tangga, dengan berhubungan
intim, memanjakan istri, dan selalu bersikap ramah. Memang, masa awal
pernikahan, hubungan suami-istri merupakan hal yang sangat spesial. Tapi,
lambat laun akan luntur, setelah pasangan mempunyai anak. Hubungan intim mereka
memerlukan suspense (daya
tarik atau pancingan).
Kita tidak boleh
sembrono atau tergesa-gesa dalam menentukan keputusan saat mengalami kekacauan
rumah tangga. Seorang ayah sebagai kepala keluarga harus bersikap bijak dalam
mendamaikan perasaan dengan istri. Dan tentunya, seorang istri harus menyokong,
mendukung keputusan suami agar bisa lebih harmonis lagi.
(Buku Paradoksikal Hikmah for Sale, Only 50k Free Ongkir) |
Hubungan Intim:
Kebutuhan Biologis Manusia
Selain makan dan
minum, manusia memiliki kecondongan dalam melampiaskan syahwat. Dalam istilah
yang disebutkan oleh para ahli filsafat dan biologi disebut “Tali-sekse,” yaitu
salah satu kecenderungan manusia. Kalau “Tali-sekse” itu tidak dimotorik dengan
baik, maka akan ndoyong (tidak seimbang).
Seorang ahli filsafat bernama Schopenhaeur mengatakan: “Syahwat
adalah penjelmaan paling keras daripada kemauan hidup. Keinsafan kemauan akan
hidup berpusat pada memuakkan syahwat.” Oleh sebab itu, hubungan intim
suami-istri harus terjalin dengan baik, bahkan lebih baiknya kalau dilakukan
secara intens.
Seringkali pasangan suami-istri yang terpisah jauh akan merasakan
ketidakseimbangan mereka dalam hal kecemburuan. Banyak kasus perceraian yang
disebabkan oleh kepergian suami atau istri bebrapa lama. Kemudian, karena
syahwat masing-masing mereka tidak terlampiaskan, akan menjadi penyebab
perceraian.
Sebab Badai Dalam Rumah Tangga
Jika ditelisik lebih dalam terkait penqiyasan (penyamaan)
nama bahtera (yang berlayar di samudera) dan bahtera rumah tangga, maka
keduanya memiliki prespekti yang sama. Yaitu: bahtera berlayar di laut tidak
akan terus tenang, karena gulungan ombak dan terpaan badai. Sebagaimana rumah
tangga, tidak akan luput dari masalah.
Hipotesa anak muda mengenai rumah tangga mengacu pada kesenangan
bersama pada saat berpacaran. Namun, setelah menikah baru akan merasakan
pahitnya masalah. Mulai dari finansial, kecemburuan, perseteruan job kerja, dan
lain sebagainya.
Apalagi era milenial, banyak dari anak muda yang nekad berumah
tangga, datang ke rumah pacar untuk melamar. Setelah menikah, mereka akan akan
terbengkalai dan terpontang-panting menghadapi masalah.
Pada intinya,
badai dalam rumah tangga memang hal yang wajib dihadapi bagi semua pasangan
suami-istri. Suatu hal yang tak dapat dielak dan ditolak. Sebaik apapun
pasangan suami-istri, ujian tidak akan terlepas dari mereka, karena badai
datang untuk meneguhkan; seberapa kuat dan kokoh bahtera dalam mencapai tujuan.
Semoga kita diberi
taufiq (pertolongan) dan inayah (naungan) oleh Allah Swt untuk senantiasa
bersabar atas semua terpaan badai dalam rumah tangga kita semua. Amin.
Wabillahi
taufiq wal hidayah.
Wallahu a’lam.
Post a Comment