Cerai Bukan Satu-Satunya Solusi Ketika Rumah Tangga Sedang Cekcok!

Pexels free, by: RODNAE Productions
sabdadiksi.com. Bagi kalian yang sedang mengalami cekcok dalam rumah tangga, admin doakan semoga cepat selesai, ya, kawan. Semoga saja tidak. Admin doakan semoga rumah tangga kalian semua selalu harmonis dan bahagia ya, kawan. Namun, bila sedang cekcok, ya jangan tergesa-gesa untuk menentukan cerai. 

Ingat, Kawan, cerai bukan solusi terbaik dalam menyelesaikan masalah. Masih banyak sekali pilihan untuk kembali merajut rumah tangga yang bahagia. Jangan sampai kalian kalah dengan yang namanya cekcok. Pada saat seperti itu, betapa hati manusia sangat rentan dikuasai hawa nafsu sehingga yang keputusan yang diambil akan buruk. Bukan solusi, tetapi justru lubang yang menjerumuskan pada masalah yang lebih dalam.

Oleh sebab itu, kali ini admin akan memaparkan beberapa solusi ketika kalian mengalami cekcok dalam rumah tangga. Namuh sebelum itu, admin akan menulis definisi terkait rumah tangga, Kawan. Simak terus dan baca sampai habis, ya, Kawan!


Makna Rumah Tangga

Akhir-akhir ini, kasus perceraian suami-istri mengalami perkembangan pesat. Bukan saja kasus suami menceraikan istrinya. Tapi, kasus khuluq (istri menggugat suami agar menceraikanya) juga sangat familiar.

Sebagaimana dipaparkan oleh Dirjen Bimas Islam Kamaruddin Amin, bahwa kasus perceraian di Indonesia meningkat sejak tahun 2015. Banyak dari mereka beragama Islam, katanya. Terhitung, dari 2015, kasus perceraian berjumlah 394.246. Pada tahun 2016 berjumlah 401.717 kasus. Tahun selanjutnya, 2017 berjumlah 415.510. Tahun 2018 berjumlah 444.358. Pada tahun 2019 meningkat menjadi 480.618 kasus. Baru masuk pertengahan Agustus tahun 2020, kasus perceraian sudah berjumlah 306.688 kasus. Ini menandakan, bahwa di akhir tahun nanti, jumlah kasus perceraian suami-istri akan meningkat dari tahun-tahun sebelumnya, begitu menurut Pengadilan Agama.

            Kasus tersebut tak akan luput dari pasang-surut permasalahan yang bertubi-tubi datang ketika sedang dalam keadaan mengarungi bahtera rumah tangga. Apalagi dalam keadaan pandemi seperti ini, finansial kekeluargaan akan surut. Pasangan suami-istri dituntut untuk saling mengerti satu sama lain, saling membantu dan mendorong.

Pada hakikatnya, suami-istri adalah dua kubu yang saling berhubungan, korelasi senyawa yang tak bisa dipisahkan. Manakala suami terkena masalah, maka istri harus siaga menolong atau membantunya. Begitu juga sebaliknya.

Dari Zaman Goa Sampai Nikah

            Pada zaman goa, dimana para manusia hidup di dalam gua, menurut August Bebel, perempuan hanya digunakan sebagai pemuas syahwat. Para lelaki pada zaman goa menjadikan perempuan sebagai alat pemuas nafsu saja. Urusan melahirkan dan merawat kandungan dibebankan pada diri mereka sendiri.

            Tak senada dengan apa yang dipaparkan oleh Prof Bachofen, bahwa pada zaman itu, – sama saja dari kedua belah pihak – antara laki-laki dan perempuan sama-sama mencari kepuasan nafsu mereka sendiri. Laki-laki dan perempuan mempunyai kebebasan untuk berhubungan intim dengan siapa saja. Bagi perempuan yang tidak ingin mengandung dan melahirkan, maka mereka akan menggugurkan kandunganya. Promiskuitet, istilahnya.

            Pada saat itu, tak ada istilah ini suamiku dan ini istriku. Mereka hanya menikmati proses hubungan intim selama beberapa waktu. Setelah merasa bosan dan jenuh, maka akan dilepaskan dan mencari pasangan baru. “Tijdelijke,” pasangan sementara, atau di dalam bahasa Jerman: “Zeit-Ehe.

            Baru kemudian, setelah zaman itu, peradaban manusia mengalami revolusi; dari tijdelijke (pasangan sementara) menjadi pernikahan, yaitu suatu ikatan suci antara dua hati manusia untuk mencapai kesejahteraan dalam keselarasan tujuan hidup. Waktu yang diarungi dalam rumah tangga sering diistilahkan menjadi bahtera, yaitu bahtera rumah tangga, karena rumah tangga tidak akan terlepas dari cobaan, sebagaimana bahtera yang mengarungi samudera.

Tips Menghadapi Badai Rumah Tangga Menurut Rasulullah Saw

            Sebagaimana sabda Nabi Muhammad Saw yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Bahz bin Hakim, dari ayahnya, kemudian dari kakeknya: “Saya pernah bertanya pada Rasulullah Saw: Wahai Rasulullah, perihal istri-istri kami. Apa yang dapat kami lakukan dan apa yang kami tinggalkan?” Nabi Muhammad Saw menjawab: “Kamu boleh menggaulinya semaumu, berikanlah mereka pakaian, dan janganlah kamu mengolok, membentaknya, juga jangan memukul.”

            Salah satu tips yang diberikan Rasulullah Saw dalam menghadapi badai rumah tangga –sebagaimana hadist diatas – adalah menjaga keharmonisan rumah tangga, dengan berhubungan intim, memanjakan istri, dan selalu bersikap ramah. Memang, masa awal pernikahan, hubungan suami-istri merupakan hal yang sangat spesial. Tapi, lambat laun akan luntur, setelah pasangan mempunyai anak. Hubungan intim mereka memerlukan suspense (­daya tarik atau pancingan).

            Kita tidak boleh sembrono atau tergesa-gesa dalam menentukan keputusan saat mengalami kekacauan rumah tangga. Seorang ayah sebagai kepala keluarga harus bersikap bijak dalam mendamaikan perasaan dengan istri. Dan tentunya, seorang istri harus menyokong, mendukung keputusan suami agar bisa lebih harmonis lagi.

(Buku Paradoksikal Hikmah for Sale, Only 50k Free Ongkir)


            Hubungan Intim: Kebutuhan Biologis Manusia

            Selain makan dan minum, manusia memiliki kecondongan dalam melampiaskan syahwat. Dalam istilah yang disebutkan oleh para ahli filsafat dan biologi disebut “Tali-sekse,” yaitu salah satu kecenderungan manusia. Kalau “Tali-sekse” itu tidak dimotorik dengan baik, maka akan ndoyong (tidak seimbang).

Seorang ahli filsafat bernama Schopenhaeur mengatakan: “Syahwat adalah penjelmaan paling keras daripada kemauan hidup. Keinsafan kemauan akan hidup berpusat pada memuakkan syahwat.” Oleh sebab itu, hubungan intim suami-istri harus terjalin dengan baik, bahkan lebih baiknya kalau dilakukan secara intens.

Seringkali pasangan suami-istri yang terpisah jauh akan merasakan ketidakseimbangan mereka dalam hal kecemburuan. Banyak kasus perceraian yang disebabkan oleh kepergian suami atau istri bebrapa lama. Kemudian, karena syahwat masing-masing mereka tidak terlampiaskan, akan menjadi penyebab perceraian.

Sebab Badai Dalam Rumah Tangga

Jika ditelisik lebih dalam terkait penqiyasan (penyamaan) nama bahtera (yang berlayar di samudera) dan bahtera rumah tangga, maka keduanya memiliki prespekti yang sama. Yaitu: bahtera berlayar di laut tidak akan terus tenang, karena gulungan ombak dan terpaan badai. Sebagaimana rumah tangga, tidak akan luput dari masalah.

Hipotesa anak muda mengenai rumah tangga mengacu pada kesenangan bersama pada saat berpacaran. Namun, setelah menikah baru akan merasakan pahitnya masalah. Mulai dari finansial, kecemburuan, perseteruan job kerja, dan lain sebagainya.

Apalagi era milenial, banyak dari anak muda yang nekad berumah tangga, datang ke rumah pacar untuk melamar. Setelah menikah, mereka akan akan terbengkalai dan terpontang-panting menghadapi masalah.

            Pada intinya, badai dalam rumah tangga memang hal yang wajib dihadapi bagi semua pasangan suami-istri. Suatu hal yang tak dapat dielak dan ditolak. Sebaik apapun pasangan suami-istri, ujian tidak akan terlepas dari mereka, karena badai datang untuk meneguhkan; seberapa kuat dan kokoh bahtera dalam mencapai tujuan.

          Semoga kita diberi taufiq (pertolongan) dan inayah (naungan) oleh Allah Swt untuk senantiasa bersabar atas semua terpaan badai dalam rumah tangga kita semua. Amin.

            Wabillahi taufiq wal hidayah.

            Wallahu a’lam.