Mengatur Emosional dalam Mendidik Anak

Sekuel Catatan Seorang Pejalan

Proses pembelajaran dalam pendidikan tentu memiliki unsur subyek dan objek, yaitu anak didik dan pendidik. Tidak harus seorang guru dalam sebuah instansi, tetapi juga orang tua sebagai sekolah pertama yang ditemui oleh anak. Segala aspek yang berperan sebagai pendukung perkembangan pendidikan anak harus berperan sebagaimana mestinya. Perkembangan dan pertumbuhan anak, baik emosi, intelektual, sosial, maupun moral akan terbentuk sesuai pola asuh pendidikan yang diberikan.

Pengertian emosi sendiri adalah perasaan psikologis seseorang yang muncul karena dipengaruhi oleh keadaan disekitarnya dengan mengekspresikannya dalam tingkah laku yang nampak. Bagian dari emosi adalah keadaan perasaan, baik senang, maupun sedih. Sedangkan emosional lebih mengarah pada luapan kemarahan seseorang.

Akhir-akhir ini, terlihat banyak orangtua yang mempriorotaskan pekerjaan dari pada mendampingi perkembangan anaknya. Lebih mudah marah, padahal anak hanya melakukan sedikit kesalahan. Orangtua, terutama ibu akan sangat emosional karena banyaknya rutinitas yang membuatnya stres. 

Hal ini memicu terjadinya luapan emosi pada setiap tindakan yang dialami anaknya. Padahal ibu adalah teladan utama yang anak lihat sebagai contoh. Perilaku ibu sebagai pendidik harusnya bisa menyeimbangi pola pikir anak pada tahapannya.

Disampaikan oleh Lise Eliot dalam bukunya yang berjudul “Whats Going On In There?” mengenai dampak dari kemarahan yang dia lakukan sendiri secara tidak sengaja terhadap anaknya. Saat Lise Eliot dalam masa penelitian perkembangan otak pada bayinya yang masih berusia 9 minggu dibentak dengan kata “no” dengan nada yang keras, sehingga membuat bayinya kaget, kemudian terjadilah tanda kerusakan beberapa sel dalam otak tersebut.

Lantas, bagaimana dengan kondisi anak yang setiap harinya diperlakukan keras oleh orangtuanya sebagai pendidik?

Banyak ditemukan, anak didik usia dewasa mengalami kelemahan mental. Akibatnya, mereka akan merasa takut untuk mencoba hal baru karena seringnya menerima luapan emosi diusia perkembangan dan pertumbuhan karakternya. Saya sendiri, menemukan sebuah cerita, tentang banyaknya anak yang merasa usahanya tidak pernah diapresiasi oleh orangtua mereka. 

Akibat yang terjadi kemudian adalah tumbuhnya rasa putus asa. Perkara itu muncul juga karena orangtua yang selalu menyalahkan anaknya dengan ungkapan-ungkpan yang tidak baik. Hal ini tentu akan berdampak pada pertumbuhan anak yang mempengaruhi pola pikirnya.

Pandangan saya, mengenai masalah tersebut adalah perlunya perubahan pola asuh dari orangtua. Kemarahan merupakan gaya komunikasi yang salah, kemarahan tidak akan membuat anak mengerti. Jika memang benar anak melakukan kesalahan, maka bangunlah komunikasi yang membangun, bukan malah membuat anak menjadi ketakutan. Jangan kemudian mengahakimi anak sepihak. 

Perlakuan yang baik dalam mendidik anak sangat perlu dilakukan agar tidak menciptakan luka, apalagi sampai menyebabkan trauma dalam kehidupan anak, karena sebenarnya jika diusia dini anak sering mendapat luapan emosi yang tidak terkontrol mereka akan menganggap orangtua sebagai musuh, lalu kemudian mencari lindungan di tempat lain.

Perlu bagi seorang pendidik adalah belajar memahami sifat, karakter, kepribadian, dan kebutuhan cinta dari diri setiap orang yang berbeda-beda. Pola asuh dalam mendidik anak juga sebenarnya telah diajarkan dalam Islam dengan cara yang sangat baik, dan sederhana. Orangtua sebagai pandang utama anak ketika belajar perlu memulai dengan hal yang mudah. Contohnya, membaca basmallah atas apapun yang akan anak lakukan. 

Selain mencontohkan, orangtua juga harus melengkapi ajarannya dengan pemahaman dan menanamkan akidah yang tersirat, misal “nak, jika kamu ingin melakukan apapun pekerjaan jangan lupa melibatkan Allah, ya.” Maka, sangatlah penting mengatur emosional dalam mendidik anak guna serta memberikan input positif pada anak, bukan input negatif yang membuat anak merasa tidak aman dan nyaman.

Kita juga tahu, bahwa seseorang dalam memasuki fase baru tentu tidak mudah dalam menjalankannya. Semoga kita semua termasuk bagian mereka yang terus mau belajar. Amin.

Profil Penulis: UmamahAml, mahasiswi yang unik, tapi sering tidak. Suka menulis, tapi usum-usuman.